Selasa, 27 Desember 2016

Ketahanan Keluarga Dalam Ancaman Dan Butuh Negara Sebagai Pilar Utama

            Memiliki keluarga ideal atau keluarga Islami pastinya adalah dambaan setiap orang yang dirinya muslim. Siapapun akan berharap rumah tangga yang dibangunnya dipenuhi suasana sakinah mawaddah wa rahmah, dengan pasangan yang shaleh atau shalehah, suami atau isteri yang menyejukan mata dan jiwa, serta anak-anak yang cerdas dan berbakti. Terlebih jika berbagai kebutuhan hidup bisa dicukupi dengan mudah, atau setidaknya tidak sesulit yang kita rasakan saat ini. Tentulah kehidupan yang dijalani akan begitu indah bagaikan di surga dunia.
            Namun kehidupan sekuler yang mengungkung masyarakat kita saat ini membuat kehidupan serba sempit. Berbagai krisis terus mewarnai kehidupan masyarakat, mulai dari krisis politik yang berujung konflik, krisis ekonomi, krisis moral dan budaya, krisis sosial, dan lain-lain. Hal ini diperparah dengan adanya benturan-benturan nilai akibat berkembangnya pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Kenyataan ini mau tidak mau berdampak pula pada kehidupan keluarga muslim. Jarang ditemui keluarga muslim yang benar-benar bisa menegakkan nilai-nilai Islam. Keluarga Muslim, bahkan ikut terjebak pada kehidupan yang materialistik dan individualistik. Tak sedikit pula keluarga muslim yang turut goyah bahkan terguncang, hingga angka perceraian dan trend single parent terus meningkat. Dampaknya bisa ditebak. Kenakalan anak dan remaja juga menjadi potret buram umat Islam saat ini yang tentu saja akan menjadi ancaman serius bagi nasib umat Islam dan bangsa secara keseluruhan di masa depan.
            Kondisi ini mengindikasikan adanya kerapuhan dalam ketahanan keluarga yang diakibatkan karena kesalahan tata kelola kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sementara ketahanan keluarga merupakan pilar ketahanan masyarakat dan bangsa. Karenanya, mewujudkanketahanan keluarga menjadi perkara yang sangat urgen. Bentuk apapun yang mengancam ketahanan keluarga harus diwaspadai dan diupayakan penyelesaiannya. 
Bila dicermati yang cukup dominan mengancam ketahanan keluarga muslim beserta beragam peristiwa yang mengikutinya sepanjang awal 2016 hingga menjelang akhir 2016 diantaranya:
1. Feminisme Mengancam Ketahanan Keluarga
            Paham yang menghendaki kesetaraan antara suami dan istri, dengan program unggulannya yaitu pemberdayaan ekonomi dan politik bagi perempuan ini, sangat masif digencarkan.
Deklarasi Universal HAM, Konvensi tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (CEDAW), Konvensi Internasional tentang hak-hak sipil dan politik, kesepakatan Konferensi Kependudukan (ICPD), BPFA dll yang spiritnya sama-sama menuntut kebebasan dan kesetaraan laki-laki dan perempuan. Berbagai konvensi dan hasil kesepakatan ini dipaksa untuk diadopsi oleh negara-negara di dunia, termasuk negeri-negeri muslim, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, lahirlah berbagai UU sekuler yang pro liberal seperti UU PKDRT, UU Perlindungan Anak, UU Kewarganegaraan, UU Pornografi, Rancangan Amandemen UU Perkawinan, Kesehatan Reproduksi dan Hukum Materil Peradilan Agama, dan lain-lain.Dan yang masih hangat-hangatnya direalisasikan hingga 15 tahun ke depan adalah SDGs (Sustainable Development Goals) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagai kelanjutan dari MDGs (Millenium Development Goals)MDGs) yang setiap butir tujuan tersebut menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan untuk mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Tahun 2016 ini menjadi awal pemberlakuan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), tepatnya mulai 1 Januari 2016. Dari 17 Goals, 169 Target dalam SDGs, ada 16 goals dan 91 target terkait dengan kesetaraan gender, hak asasi perempuan dan anak perempuan. Perempuan dituntut berperan aktif untuk mengawal implementasi dan capaian dari semua tujuan dan target dalam Agenda 2030 Pembangunan Berkelanjutan.
Demikianlah, serangan feminisme telah menghancurkan sendi-sendi keluarga. Ketahanan keluarga pun kian rapuh.
2. Liberalisme Mengepung Keluarga dan Anak
            Berbagai peristiwa di tahun 2016 ini juga menunjukkan makin kuatnya ancaman liberalisme terhadap ketahanan keluarga. Liberalisme juga telah berhasil menggeser fungsi negara dalam melindungi keluarga melalui mandulnya aturan dan lemahnya penjagaan keamanan bagi keluarga. beberapa perkara dominan pada tahun 2016 ini yang menunjukkan makin kuatnya liberalisme dalam mengancam ketahanan keluarga dan anak diantaranya; berkembangnya LGBT, pergaulan bebas dan penelantaran anak, meningkatnya perceraian, serangan media informasi.
3. Deradikalisasi Memandulkan Peran Keluarga
            Deradikalisasi adalah segala upaya untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama, dan sosial-budaya bagi mereka yang dipengaruhi atau terekspose paham radikal dan/atau prokekerasan.
Agenda deradikalisasi selama 2016 ini nampak dari beberapa fakta yang terjadi berikut:
1. Program deradikalisasi di sekolah dan pesantren
Program deradikalisasi gencar dilakukan di pesantren karena dibangun anggapan bahwa institusi pendidikan Islam ini adalah cikal bakal paham radikal. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mencatat terdapat 19 pondok pesantren yang terindikasi sarat dengan kegiatan radikalisme yang tersebar di seluruh Indonesia.
Kepala BNPT Saud Usman menuturkan, pondok pesantren ter¬sebut tersebar mulai dari Lampung, Serang, Jakarta, Ciamis, Cilacap, Magetan, Lamongan, Cilacap, Solo, Nusa Tenggara Timur (NTT), Ma¬kassar, hingga Poso(jurnalasia.com, 03/02/2016).
2. Deradikalisasi diprogramkan dari sejak usia dini.
            Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, pendidikan anak usia dini merupakan salah satu media pendidikan yang dapat mencegah secara dini paham radikalisme untuk berkembang. Bahkan lanjutnya, proses preventif radikalisme tidak menjadi berbiaya tinggi(Republika.co.id, 12/04/2015)
3. Deradikalisasi ibu-ibu.
            Program ini dianggap penting karena ibu yang memegang pendidikan pertama dan utama anak-anak di rumah. Salah satunya melalui sekolah ibu. Mereka diajarkan cara menangkal radikalisme dalam keluarga melalui Mother School atau sekolah ibu yang didirikan oleh organisasi Women Without Border yang bekerja sama dengan ahli anti-terorisme Organization for Security and Cooperation in Europe (OSCE).Inisiatif ini dilakukan di berbagai negara dengan dana dari berbagai kementerian di Austria, Uni Eropa dan Kemenlu AS (m.kiblat.net/2016/06/02).
Program ini lantas diadopsi juga untuk Indonesia dengan semakin digencarkannya berbagai pelatihan UMKM untuk perempuan dan jaminan bantuan [permodalan melalui berbagai kredit bank.
Demikianlah, deradikalisasi telah mengguncang ketahanan keluarga. Pemikiran beserta segala upaya di dalamnya secara nyata berusaha mematikan peran keluarga sebagai agen perubahan masyarakat. Keluarga menjadi mandul untuk berkembang menjadi bagian terkecil penopang berlangsungnya perubahan menjadi masyarakat Islam. Bahkan keluarga dipaksa untuk hanya menyibukkan diri pada urusan privat.

Akibat Pemerintah Berlaku Zalim Hajat Hidup Tidak Terpenuhi, Keluargapun Rapuh
            Dalam kondisi sistem sekuler seperti sekarang negara yang semestinya berada di depan sebagai perisai bagi masyarakat serta yang paling bertanggung dalam urusan pemenuhan hajat publik. Namun dimana Negara? Sudah cukupkah perannya dengan posisinya sebagai fasilitator antara keluarga dengan pengusaha saja? Adakah yang salah dari program yang diimplementasikannya? Ataukah ada yang salah padacara pandang negara dalam mengurusi rakyatnya? Hingga kesengsaraan dan penderitaan yang seakan tak pernah berujung diantaranya:
Mahalnya harga berbagai hajat pokok kehidupan, ketersediaan yang bermasalah serta rendahnya daya beli masyarakat adalah pil pahit yang harus ditelan jutaan keluarga
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dipaksakan demi kesuksesan hegemoni penjajah kafir.
Ketentuan Uang Kuliah Tunggal (UKT), dampak buruknya sudah begitu nyata sebagai akibat biaya pendidikan tinggi yang semakin mahal, namun tetap dipaksakan pemerintah
Pemerintah masih gagal menjalankan tugas dan kewajibannya memenuhi hak pendidikan dasar dan menengah berupa pendidikan gratis berkualitas terbaik bagi semua anak bangsa
Kurtilas (K-2013) dengan pendekatan sience – metode berfikir ilmiah, tidak saja untuk ilmu-ilmu sain, seperti fisika, kimia, biologi, akan tetapi pada semua pelajaran, termasuk mata pelajaran agama Islam. Yang berpeluang disisipkan berbagai pemikiran sekuler liberal.
Kesulitan pangan terus mendera keluarga dan masyarakat, antara lain terlihat dari gejolak harga pangan yang tidak kunjung reda.
Pemerintah kembali gagal memenuhi kebutuhan perumahan jutaan keluarga miskin.
Pemerintah kembali gagal menjamin akses masyarakat dan keluarga terhadap energi listrik dan migas gratis/murah dan berkualitas.
Tragedi “Brexit” saat mudik lebaran Juli lalu cukuplah sebagai bukti kegagalan pemerintah memenuhi hajat jutaan keluarga Indonesia terhadap transportasi publik yang murah aman dan nyaman.

Yang Dibutuhkan Keluarga Indonesia Adalah Kehadiran Khilafah
            Jelaslah yang dibutuhkan keluarga Indonesia hari ini bukanlah kehadiran negara dan rezim pemerintahan neoliberal yang menerapkan sistem kehidupan kufur dengan berbagai program batil dan agenda hegemoni, akan tetapi kehadiran khilafah. Hanya Khilafah yang akan melenyapkan kebatilan dan kezaliman. Karena khilafah hadir untuk menerapkan sistem kehidupan Islam beserta berbagai program sohih yang selaras dengannya. Hadir secara benar dalam fungsinya sebagai raa’in dan junnah. Melayani masyarakat dengan tulus dan penuh kasih sayang. Memiliki visi yang jelas dalam melayani publik, perencanaan yang matang dan cermat, disamping kepemimpinan kuat lagi terpercaya. Yang semu ini menjadi kunci bagi terpenuhinya hajat hidup tiap individu di tengah masyarakat dan keluarga secara benar dan ma’ruf. Allahu A’lam.

            Sungguh Allah swt telah mengingatkan kita semua dalam firman-Nya yang artinya, “Wahai orang-rang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila Dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan” (TQS Al Anfal (8): 24). Allahu A’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar